![]() |
Muhammad Amar Khana |
Abstrak
Salah satu sumber daya yang bernilai penting dalam manajemen adalah sumber
daya manusia atau human resources. Pentingnya sumber daya manusia ini,
perlu disadari oleh semua tingkatan manajemen termasuk juga manajemen
pendidikan Islam. Bagaimanapun majunya teknologi saat ini, faktor manusia tetap
memegang peranan penting bagi keberhasilan suatu organisasi. Bahkan dapat
dikatakan bahwa manajemen itu pada hakikatnya adalah manajemen sumber daya
manusia yang identik dengan manajemen itu sendiri. Filsafat sebenarnya
menyediakan seperangkat pengetahuan (a body of related knowledge) untuk
berfikir efektif dalam memecahkan masalah-masalah manajemen tidak terkecuali
manajemen pendidikan Islam; baik dalam hal ontologi, epistemologi dan
aksiologi. Oleh karena itu, filsafat Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM)
dalam perspektif pendidikan Islam mengandung tiga unsur utama, yakni tentang
hakikat tujuan, hakikat manusia dan hakikat kerja. Hakikat tujuan Manajemen SDM
adalah sebuah upaya mendayagunakan berbagai sumber daya (resources) untuk
mencapai tujuan dalam pendidikan Islam secara efektif dan efisien baik dalam
aspek produktifitas maupun kepuasan sesuai dengan nilai-nilai yang dikandung
dalam Islam.
A. PENDAHULUAN
Manusia adalah makhluk yang memiliki
beberapa potensi bawaan. Dari sudut pandang yang dimiliki itu, manusia dinamai
dengan berbagai sebutan. Dilihat dari potensi intelektualitasnya, manusia
disebut homo intelectus. Manusia juga disebut sebagai homo
faber, karena manusia memilki kemampuan untuk membuat barang dan
peralatan. Manusia disebut juga zoon politicon, yaitu makhluk
yang pandai bekerjasama, bergaul dengan orang lain dan mengorganisasi diri
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Manusia pun disebut homo sacins atau homo
saciale abima, karena manusia adalah makhluk bermasyarakat. Dilain pihak,
manusia juga memiliki kemampuan merasai, mengerti, membeda-bedakan, kearifan,
kebijaksanaan, dan pengetahuan. Atas dasarnya kemampuan tersebut, manusia
disebut homosapien. Manusia pun dipandang sebagai animal
educadum dan animal educable, yaitu manusia sebagai
makhluk yang harus dididik dan dapat dididik. Oleh karena itu, unsur rohaniah
merupakan syarat mutlak terlaksananya program-program pendidikan. Manusia dengan akalnya bisa dikatakan jenius, manusia
dapat menemukan jalan untuk mengembangkan
potensi-potensi mereka dengan baik; yaitu dengan pendidikan. Manusia
mulai sadar akan arti penting pendidikan bagi kehidupan mereka.
Islam memandang manusia sebagai makhluk yang unik. Keunikannya
terletak pada wujudnya yang multi-dimensi, baik secara pribadi, jiwa, maupun kelompok bahkan awal
penciptaannya didialogkan langsung oleh Allah SWT degan para malaikat sehingga
jadilah manusia makhluk Allah yang paling mulia dan sempurna di muka bumi ini.
Naluri bermasyarakat, naluri
berorganisasi, dan ketidakmampuan manusia untuk memenuhi sendiri
kebutuhan-kebutuhannya yang semakin kompleks itu serta sifat hakiki dari
manusia itu sebagai makhluk yang tidak pernah puas, menyebabkan manusia itu
merupakan milik yang peling berharga bagi suatu organisasi, akan tetapi
sekaligus merupakan masalah terberat yang dihadapi oleh pimpinan suatu
organisasi.
Manusia dalam manajemen pendidikan Islam, menempati posisi sentral (central
position), karena manusia di samping dipandang sebagai subjek sekaligus
juga objek manajemen pendidikan Islam. Sebagai subjek manusia menentukan corak
dan arah pengelolaan pendidikan, sedangkan sebagai objek, manusia menjadi fokus
perhatian segala aktivitas pendidikan.
Sumber Daya Manusia (SDM) mempunyai posisi sentral dalam mewujudkan kinerja
pembangunan, yang menempatkan manusia dalam fungsinya sebagai resource pembangunan.
Hakikat sumber daya manusia pada setiap organisasi atau perusahaan khususnya
pada lembaga pendidikan diperlukan adanya suatu sumber daya manusia sebagai
tenaga kerja. Oleh sebab itu bahwa yang dimaksud dengan sumber daya manusia
adalah tenaga kerja pada suatu organisasi.[3] Dari
pendapat tersebut jelas bahwa sumber daya manusia adalah tenaga kerja yang
menduduki suatu posisi atau orang-orang yang mempunyai tanggungjawab untuk
melaksanakan tugas atau pekerjaan pada suatu organisasi atau instansi tertentu.
Dalam perspektif Islam, pendidikan telah memainkan peran penting dalam upaya
melahirkan manusia yang handal dan dapat menjawab tantangan zaman. Sumber daya
manusia tersebut merupakan gerakan human investment. Human
invesment adalah upaya pendidikan jangka panjang untuk melahirkan
sumber daya manusia.[4] Pengembangan
sumber daya manusia bukan merupakan persoalan yang mudah karena membutuhkan
pemikiran, langkah aksi yang sistematik, sistemik, dan serius. Karena berusaha
memberikan konstruksi yang utuh tentang manusia dengan mengembangkan seluruh
potensi dasar manusia dan bagaimana aktifitasnya.
Di dalam pengetahuan manajemen, filsafat sebenarnya menyediakan seperangkat
pengetahuan (a body of related knowledge) untuk berfikir
efektif dalam memecahkan masalah-masalah manajemen.[5] Ini
merupakan hakikat manajemen sebagai suatu disiplin ilmu dalam mengatasi masalah
organisasi berdasarkan pendekatan yang integral. Secara hakiki dapat dikatakan bahwa jika seseorang
berbicara tentang filsafat manajemen pendidikan Islam maka fokus analisisnya
harus bertitik tolak dari manusia dan berorientasi kepada manusia karena
seluruh proses manajemen pendidikan Islam dimulai oleh manusia, dimaksudkan
demi kepentingan manusia, dan diakhiri pula oleh manusia.
Berkaitan dengan judul makalah di atas, maka dalam makalah ini akan
membahas tentang manajeman SDM dalam perspektif filsafat manajemen pendidikan
Islam dengan memfokuskan pada 3 (tiga) hal pokok, yaitu: apa hakikat tujuan
manajemen sumber daya manusia? Siapa sebenarnya manusia dan hakikat
penciptaannya? Serta bagaimana hakikat kerja jika dimaknai dalam kerangka Pendidikan
Islam.
B. PEMBAHASAN
1. Filsafat Manajemen SDM
dan Manajemen Pendidikan Islam
a. Filsafat Manajemen
Filsafat / filosofi berasal dari kata Yunani yaitu philos
(suka) dan Sophia (kebijaksanaan), yang diturunkan dari
kata kerja filosoftein, yang berarti: mencintai kebijaksanaan,
tetapi arti kata ini belum menampakkan arti filsafat sendiri karena “mencintai”
masih dapat dilakukan secara pasif. Pada hal dalam pengertian filosoftein terkandung
sifat yang aktif. Karena itu, tugas utama filsafat adalah menetapkan
dasar-dasar yang dapat di andalkan.[6] Filsafat
adalah ilmu pengetahuan yang amat luas (komprehensif) yang berusaha untuk
memahami persoalan-persoalan yang timbul didalam keseluruhan ruang lingkup
pengalaman manusia.[7]
Filsafat adalah pandangan tentang dunia dan alam yang dinyatakan secara
teori. Filsafat adalah suatu ilmu atau metode berfikir untuk memecahkan
gejala-gejala alam dan masyarakat. Namun filsafat bukanlah suatu dogma atau
suatu kepercayaan yang membuta. Filsafat mempersoalkan soal-soal: etika/moral,
estetika/seni, sosial dan politik, epistemology/tentang asal pengetahuan,
ontologi/ tentang manusia, dll.[8] Filsafat
merupakan suatu alat untuk membuat penyesuaian diantara yang lama dan yang baru
suatu kebudayaan.[9]
Filsafat merupakan cabang ilmu pengetahuan yang selalu menggunakan
pemikiran mendalam, luas, radikal (sampai keakar-akarnya), dan berpegang pada
kebijakansanaan dalam melihat suatuproblem. Dengan kata lain, filsafat
selalu mencoba mencari hakikat atau maksud dibalik adanya sesuatu tersebut. Pada prinsipnya filsafat menempatkan sesuatu
berdasarkan kemampuan daya nalar manusia. Kebenaran dalam konteks filsafat
adalah kebenaran yang tergantung sepenuhnya pada kemampuan daya nalar manusia.
Kemampuan berpikir atau bernalar merupakan satu bentuk kegiatan akal manusia
melalui pengetahuan yang diterima melalui panca indera, diolah dan ditujukan
untuk mencapai suatu kebenaran.
Management berasal dari
akar kata to manage yang berarti mengurus, mengatur,
melaksanakan, mengelola, dan memperlakukan. Sondang P. Siagian mengartikan manajemen
sebagai kemampuan atau keterampilan untuk memperoleh suatu hasil dalam rangka
mencapai tujuan melalui kegiatan-kegiatan orang lain.[10]
Manajemen merupakan fungsi sosial yang
tertanam dalam tradisi, nilai-nilai, kebiasaan, kepercayaan dan dalam sistem
pemerintahan serta politik. Manajemen dibentuk oleh kebudayaan, dan sebaliknya
manajemen dan para manajer membentuk kebudayaan dan masyarakat. Walaupun manajemen
merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang terorganisasi, manajemen tetap
merupakan kebudayaan. Manajemen bukan ilmu yang bebas nilai”.
Menurut Drucker manajemen meliputi suatu
area disiplin ilmiah dan praktek yang luas. Akan tetapi cara berpikir dan praktek
manajemen memiliki beberapa prinsip esensial yang bersifat filosofis. Pertama,
manajemen adalah soal manusia. Fungsi utama manajemen adalah memungkinkan
terjadinya kerja sama, yakni untuk membuat kekuatan orang-orang yang berbeda
menjadi relevan, dan kelemahan mereka menjadi tidak relevan. Ini adalah alasan
dari keberadaan organisasi, apapun bentuknya. Dalam hal ini praktek manajemen
sangatlah penting. Kedua, karena manajemen terkait dengan integrasi dari
beragam orang untuk mencapai tujuan yang sama, maka praktek tersebut berakar
kuat di dalam kultur. Praktek manajemen di manapun tempat dilakukannya, pada
hakekatnya, adalah sama. Akan tetapi pola penerapannyalah yang berbeda. Ketiga,
setiap organisasi apapun bentuknya selalu membutuhkan komitmen tertentu pada
tujuan bersama (common goal), dan diikat oleh nilai-nilai bersama (common
values). Keempat, Drucker lebih jauh menjelaskan bahwa praktisi
manajemen haruslah mampu membawa organisasi untuk berkembang dan menyesuaikan
diri dengan perubahan yang ada. Ia harus mampu membaca situasi, dan
memanfaatkan semua peluang yang mungkin diraih. Kelima, setiap
organisasi selalu terdiri dari beragam orang dengan beragam pengetahuan dan
ketrampilan. Mereka melakukan pekerjaan yang berbeda-beda, sesuai dengan
kemampuannya. Semua aktivitas tersebut haruslah dilakukan atas dasar komunikasi
dan tanggung jawab individu yang kokoh. Keenam, bagaimana menilai kemajuan
suatu organisasi? Kriteria apa yang dapat kita gunakan untuk melakukan itu?
Memang produktivitas, luasnya pasar, status finansial, dan pengembangan sumber
daya manusia sangatlah penting bagi keberlangsungan suatu organisasi. Dan
ketujuh, daya guna dan hasil suatu organisasi terletak di luar organisasi itu
sendiri. “Hasil dari praktek bisnis adalah konsumen yang puas.”[11]
Manajemen tidak bisa dilepaskan dari
filsafat. Tanpa filsafat manajemen tidak memiliki fondasi pengetahuan yang
kuat. Tanpa manajemen filsafat akan berhenti menjadi pengetahuan dan insight yang
belum diterapkan ke dalam praktek. Oleh karena itu kedua displin itu
sebenarnya saling bertautan tanpa pernah bisa dipisahkan.
Tujuan dasar dari manajemen adalah untuk
membuat beragam orang bekerja sama untuk tujuan yang sama, berpijak
pada nilai-nilai yang sama, struktur kerja yang sama, pelatihan yang
sama, dan perkembangan bersama yang diarahkan untuk menanggapi berbagai perubahan yang
terjadi di dalam masyarakat. Dulu manajemen hanya berfokus untuk mengatur
sekumpulan orang yang tidak memiliki keahlian apapun, dan hanya bekerja untuk
tujuan-tujuan jangka pendek saja. Sekarang dan akan terus berkembang di masa
depan, manajemen digunakan untuk mengatur orang-orang yang memiliki
pendidikan dan keahlian yang tinggi. Mereka mengabdi tidak hanya untuk
memenuhi tujuan-tujuan jangka pendek, tetapi untuk masa depan kebudayaan manusia
dan memiliki pengaruh yang sangat luaske seluruh dunia.[12]
Praktek manajemen berurusan dengan tindakan
dan aplikasi. Ujian terhadap berhasil tidaknya praktek manajemen adalah
hasilnya. Akan tetapi hasil itu tidak melulu terkait dengan uang (economic
performance), tetapi juga dengan manusia, nilai-nilainya, dan perkembangannya.
Inilah yang membuat manajemen terkait erat dengan kemanusiaan. Bahkan
bisa juga dibilang, dimensi filosofis terdalam dari manajemen adalah sisi
kemanusiaannya. Manajemen terkait erat juga dengan struktur sosial dari
komunitas, di mana praktek manajemen tersebut dilaksanakan. Berbicara melalui
pengalaman bertahun-tahun bekerja sama dengan para praktisi manajemen, Drucker
berpendapat, bahwa manajemen sangatlah terkait dengan moralitas. Moralitas yang
juga selalu terkait dengan hakekat dari manusia itu sendiri, sisi baik maupun
sisi buruknya. Dengan alasan-alasan yang telah dikemukanan tersebut, manajemen
adalah suatu praktek yang berfokus pada kemanusiaan. Tujuan utama manajemen
adalah supaya kemanusiaan diakui dan dijadikan prinsip utama. Tanpa aspek
kemanusiaan manajemen hanyalah alat untuk membenarkan penindasan, atau selubung
yang menutupi ketidakadilan.[13]
Filsafat manajemen adalah kerjasama saling
menguntungkan, bekerja efektif dan dengan metode kerja yang terbaik dan
mencapai hasil yang optimal. Filsafat manajemen adalah kumpulan pengetahuan dan
kepercayaan yang memberikan dasar atau basis yang luas untuk menentukan
pemecahan terhadap masalah-masalah manjer.[14]
Nanang Fattah menjelaskan bahwa filsafat manajemen yang termasuk didalamnya
adalah filsafat Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) bahwa yang dijadikan dasar
filsafat manajemen dibedakan dalam tiga jenis hakikat, yaitu: Hakikat tujuan,
hakikat manusia dan hakikat kerja.[15] Jadi,
Filsafat manajemen SDM adalah sebuah dasar atau beberapa dasar yang digunakan
sebagai pijakan untuk mencapai tujuan, baik itu dari aspek tujuan, aspek pelaku
(manusia) maupun aspek aktifitas yang dilakukan.
Filsafat manajemen
mengandung dasar pandangan hidup yang merefleksikan keberadaan, identitas, dan
implikasinya guna mewujudkan efisiensi dan efektivitas dalam pekerjaan
manajemen. Untuk merealisasikan tujuan dibutuhkan beberapa faktor pendukung
sehingga menjadikan kombinasi yang terpadu antara kepentingan individu atau
umum. Filsafat Manajemen memberikan pemikiran dan tindakan yang menguntungkan
dalam manajemen dan membantu kepada sifatnya yang dinamis dan memberi tantangan.
Namun terkait dengan judul makalah di atas, maka dalam pembahasannya akan
ada sentuhan-sentuhan nilai-nilai yang terkandung dalam Pendidikan Islam,
karena bagaimana pun, itulah yang membedakan studi kita dengan studi Manajemen
SDM secara umum walaupun obyeknya mungkin tidak berbeda, yaitu tentang hakikat
tujuan, manusia dan hakikat kerja.
b. Manajemen SDM: Definisi,
Tujuan dan Fungsi
Dari segi bahasa manajemen berasal dari kata manage (to
manage) yang berarti “to conduct or to carry on, to direct”
(Webster Super New School and Office Dictionary), dalam Kamus Inggeris-Indonesia kata Manage diartikan
“Mengurus, mengatur, melaksanakan, mengelola” (John M. Echols, Hasan
Shadily). Istilah “manajemen” mempunyai
arti sebagai kumpulan pengetahuan tentang bagaimana seharusnya memanage (mengelola)
sumber daya manusia.[16]
George R. Terry berpendapat bahwa “Management
is a distinct process consisting of planning, organizing, actuating and
controlling performed to determine and accomplish stated objectives by the use
of human being and other resources”. Manajemen merupakan sebuah proses yang
khas, yang terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, menggerakan, dan pengawasan, yang
dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan
melalui pemanfaatan sumberdaya manusia serta sumber-sumber lain[17]. Berbeda dengan hal tersebut, Malayu S.P.
Hasibuan berpendapat bahwa manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses
pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan
efisien untuk mencapai tujuan tertentu[18].
Para ahli memandang manajemen dari sudut yang berbeda, sebagian ahli
memandang manajemen sebagai suatu ilmu dan seni, sebagian lainnya memandang
manajemen sebagai suatu proses dan profesi.
1) Manajemen sebagai ilmu (science) merupakan
suatu kumpulan pengetahuan yang telah diorganisasikan secara sistematis dan
telah diuji kebenarannya melalui percobaan atau pengamatan dengan cermat dan
teliti, sedangkan pengetahuan sendiri merupakan keseluruhan fakta-fakta,
nilai-nilai, asas-asas dan keterangan-keterangan yang diperoleh melalui
belajar, penelaahan, ilham, intuisi serta pengalaman. Pengetahuan juga bias
disebut sebagai ilmu apabila memenuhi beberapa syarat, diantaranya mempunyai
objek pengenal, metode, sistematika dan bersifat umum.[19]
2) Manajemen sebagai seni, antara ilmu dan seni itu
saling berkesinambungan, karena seni merupakan pengetahuan bagaimana mencapai
hasil yang diinginkan, hal ini dapat diperoleh dari pengalaman, pengamatan dan
pelajaran serta kemampuan untuk menggunakan pengetahuan manajemen.[20]
3) Manajemen sebagai proses, menurut Millet dalam tim Dosen
Adpen UPI sebagaimana telah dikutip oleh Badruddin menyatakan bahwa manajemen
sebagai proses pengawasan terhadap pekerjaan yang dilaksanakan oleh staff atau
bawahan secara bersama-sama dengan kelompoknya untuk mencapai tujuan yang
diharapkan.[21]
4) Manajemen sebagai
profesi, dalam menjalankan profesi manajemen (manajer) dituntut untuk menjadi
seseorang profesional, yaitu harus mempunyai kemampuan atau kompetensi,
konseptual, sosial dan teknikal.[22]
Para ahli manajemen, menginterpretasikan manajemen kedalam beberapa fungsi
yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh faktor sudut pandang dan pendekatan
strategi yang dilakukan oleh para ahli berbeda-beda. Beberapa pendapat para
ahli mengenai fungsi-fungsi manajemen[23],
yaitu:
1) George R. Terry,
berpendapat bahwa ada empat fungsi dalam manajemen yang dikenal dengan istilah
(akronim) ‘POAC’ yakni planning (perencanaan), organizing (pengorganisasian), actuating (penggerakan), dan controlling (pengawassan).
2) Harold Koontz dan
O’Donnel, mengemukakan lima fungsi, yaitu: ‘POSDC’ yakni: planning, organizing,
staffing, directing, controling.
3) Hendry Fayol, mengemukan
lima fungsi, yaitu ‘POCCC’ yakni: planning, organizing, commanding (pengaturan), coordinating (pengkoordinasian),
dan controlling.
4) Sedangkan Luther
M. Gullick, mengemukakan tujuh fungsi manajemen yang disingkat POSDCORB, yaitu: planning,
organizing, staffing (penyusunan staf), directing (pengarahan), coordinating,
reporting (pelaporan), dan budgetting (penganggaran).
Melihat perbedaan para ahli dalam merumuskan fungsi dari manajemen, namun
terdapat beberapa persamaan mengenai fungsi tersebut, yaitu: pertama, perencanaan
‘merupakan pengarahan kegiatan-kegiatan organisasi; kedua, pengorganisasian
‘sebagai usaha menciptakan wadah yang sesuai dengan kebutuhan’; dan ketiga, pengawasan
‘sebagai usaha mengamati pelaksanaan rencana yang telah dibuat’. Hal ini tentu
sejalan dengan Engkoswara bahwa “fungsi manajemen terdiri
dari tiga komponen, yaitu: perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan”.[24]
Semua fungsi dalam manajemen tersebut akan dilakukan tergantung dengan
kebutuhan, apakah akan dilakukan secara sederhana atau dengan tingkat kesulitan
yang tinggi, dan dapat menggunakan hanya beberapa fungsi saja.
Ada tiga kata yang terdapat dalam istilah
sumber daya manusia, yaitu: sumber, daya, dan manusia, tak ada satupun yang
sulit untuk dipahami. Ketiga kata itu tentu mempunyai arti dan dengan mudah
dapat dipahami artinya. Secara sederhana dapat didefinisikan sebagai daya yang
bersumber dari manusia. Daya ini dapat pula disebut kemampuan, tenaga, energi,
atau kekuatan (power).[25]
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, sumber
daya manusia diartikan sebagai potensi manusia yang dapat dikembangkan untuk
proses produksi.[26] Sedangkan
dalam Kamus Webster, yang dimaksud sumber daya manusia ialah alat atau kekayaan
yang tersedia (available means), kemampuan atau bahan untuk menyelesaikan
masalah atau persoalan. Definisi dari dua kamus di atas diperkuat oleh
pernyataan Deacon dan Malock dalam Gross Crandall dan Knol yang mendefinisikan
sumber daya manusia sebagai alat atau bahan yang tersedia dan diketahui
potensinya untuk memenuhi keinginan.[27]
Menurut Marwansyah manajemen sumber daya
manusia dapat diartikan sebagai pendayagunaan sumber daya manusia di dalam
organisasi, yang dilakukan melalui fungsi-fungsi perencanaan sumber daya
manusia, rekrutmen dan seleksi, pengembangan sumber daya manusia, perencanaan
dan pengembangan karir, pemberian kompensasi dan kesejahteraan, keselamatan dan
kesehatan kerja, dan hubungan industrial.[28]
Gunawan A. Wardhana sebagaimana yang
dikutip oleh A.S. Munandar sepenggal kalimat kutipan dari Harbison menyatakan
bahwa sumber daya manusia mencakup semua energi, keterampilan, bakat, dan
pengetahuan manusia yang dipergunakan secara potensial dapat atau harus
dipergunakan untuk tujuan produksi dan jasa-jasa yang bermanfaat.[29]
Berbagai istilah yang dipakai untuk menunjukkan manajemen SDM antara lain:
manajemen sumber daya manusia (MSDM), manajemen sumber daya insani, manajemen
personalia, manajemen kepegawaiaan, manajemen perburuhan, manajemen tenaga
kerja, administrasi personalia (kepegawaian), dan hubungan industrial.
Manajemen sumber daya manusia timbul sebagai masalah baru pada tahun
1960-an, sebelum itu kurang lebih pada tahun 1940-an yang mendominasi adalah
manajemen personalia. Antara keduanya jelas terdapat perbedaan di dalam ruang
lingkup dan tingkatannya. Manajemen sumber daya manusia mencakup
masalah-masalah yang berkaitan dengan pembinaan, penggunaan dan perlindungan
sumber daya manusia; sedangkan manajemen personalia lebih banyak berkaitan
dengan sumber daya manusia yang berada dalam perusahaan-perusahaan, yang umum
dikenal dengan sector modern itu. Tugas manajemen personalia
adalah mempelajari dan mengembangkan cara-cara agar manusia dapat secara
efektif di integrasikan ke dalam berbagai organisasi guna mencapai tujuannya.[30]
Pergantian istilah dari manajemen personalia dengan manajemen sumber daya
manusia, dianggap sebagai suatu gerakan yang mencerminkan pengakuan adanya
peranan vital dan menunjukkan pentingnya sumber daya manusia dalam suatu
organisasi. Adanya tantangan-tantangan yang semakin besar dalam pengelolaan
sumber daya manusia secara efektif, serta terjadinya pertumbuhan ilmu
pengetahuan dan profesionalisme di bidang manajemen sumber daya manusia.[31]
Pengertian manajemen sumber daya manusia menurut beberapa ahli,
diantaranya:
1) Menurut Edwin Flippo
yang di alih bahasakan oleh Moh. Masud bahwa “Manajemen sumber daya manusia
adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian atas
pengadaan tenaga kerja, pengembangan, kompensasi, integrasi, pemeliharaan, dan
pemutusan hubungan kerja dengan sumber daya manusia untuk mencapai sasaran
perorangan, organisasi, dan masyarakat”.[32]
2) Menurut Hall T. Douglas
dan Goodale G. James bahwa Manajemen sumber daya manusia adalah the
prosess through which optimal fit is achieved among the employee, job,
organization, and environment so that employees reach their desired level of
satisfaction and performance and the organization meets it’s goals”.[33] (Manajemen sumber daya manusia adalah suatu proses melalui mana kesesuaian
optimal yang diperoleh di antara pegawai, pekerjaan organisasi dan lingkungan
sehingga para pegawai mencapai tingkat kepuasan dan performansi yang mereka
inginkan dan organisasi memenuhi tujuannya).
3) Menurut Amin Widjaja
Tunggal Manajemen sumber daya manusia adalah fungsi manajemen yang berhubungan
dengan rekrutmen, penempatan, pelatihan, dan pengembangan anggota organisasi.[34]
4) Menurut T. Hani Handoko
Manajemen sumber daya manusia adalah penarikan, seleksi, pengembangan,
pemeliharaan, dan penggunaan sumber daya manusia untuk mencapai baik
tujuan-tujuan individu maupun organisasi.[35]
5) Sedangkan menurut Malayu
S.P. Hasibuan “Manajemen sumber daya manusia adalah ilmu dan seni mengatur
hubungan dan peranan tenaga kerja, agar efektif dan efisien membantu
terwujudnya tujuan”.[36]
Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa manajemen sumber
daya manusia adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan
pengendalian atas pengadaan tenaga kerja, pengembangan, kompensasi, integrasi,
pemeliharaan, dan pemutusan hubungan kerja dengan sumber daya manusia untuk
mencapai sasaran perorangan, organisasi, dan masyarakat. Dengan memperhatikan
peranan manajemen, maka pengertian manajemen adalah ilmu tentang upaya manusia
untuk memanfaatkan semua sumber daya yang dimilikinya untuk mencapai tujuan
secara efektif dan efisien.
Malayu S.P. Hasibuan berpendapat bahwa paling tidak fungsi operational
manajemen SDM mencakup 5 (lima) unsur, yaitu:
a) Pengadaan Sumber Daya
Manusia (recruitment)
b) Pengembangan (development)
c) Kompensasi (compensation)
d) Pengintegrasian (integration)
e) Pemeliharaan (maintenance)
Adapun tujuan utama dari manajemen sumber daya manusia adalah untuk
meningkatkan kontribusi sumber daya manusia (karyawan) terhadap organisasi
dalam rangka mencapai produktivitas organisasi yang bersangkutan.[38] Sedangkan
Werther dan Davis menyatakan bahwa tujuan manajemen sumber daya manusia itu
meliputi beberapa tujuan,[39] antara
lain:
1) Tujuan Kemasyarakatan (Societal
objective); Setiap organisasi apapun tujuannya, harus mengingat akibat bagi
kepentingan masyarakat umum, di samping itu aspek etika dan atau moral dari
produk yang dihasilkan suatu organisasi. Suatu organisasi yang berada di
tengah-tengah masyarakat diharapkan dapat membawa manfaat atau keuntungan bagi
masyarakat. Oleh sebab itu, semua organisasi mempunyai tanggung jawab mengelola
sumber daya manusianya agar tidak mempunyai dampak negatif terhadap masyarakat.[40]
2) Tujuan Organisasi (Organization
objective); Untuk mengenal bahwa manajemen sumber daya manusia itu ada (exist),
perlu memberikan kontribusi terhadap pendayagunaan organisasi secara
keseluruhan. Manajemen sumber daya manusia bukanlah suatu tujuan dan akhir
suatu proses, melainkan suatu perangkat atau alat untuk membantu tercapainya
suatu tujuan organisasi secara keseluruhan. Oleh sebab itu suatu unit atau
bagian manajemen sumber daya di suatu organisasi diadakan untuk melayani
bagian-bagian lain organisasi tersebut.
3) Tujuan Fungsional (Functional
objective); Secara fungsional manajemen sumber daya manusia adalah untuk
memelihara (maintain) kontribusi bagian-bagian lain agar mereka (sumber
daya manusia dalam tiap bagian) melaksanakan tugasnya secara optimal.
4) Tujuan Pribadi (Personel
objective); Kepentingan personal atau individual dalam organisasi juga harus
diperhatikan oleh setiap manajer, terutama manajemen sumber daya manusia, dan
harus diarahkan dengan tujuan organisasi secara keseluruhan (overall,
organizational objectives). Dengan demikian tujuan personal atau individual
setiap anggota organisasi harus diarahkan pula untuk tercapainya tujuan
organisasi. Untuk itu, motivasi pemeliharaan maupun pengembangan
individu-individu dalam organisasi perlu senantiasa diperhatikan dan
dilaksanakan dengan baik.
Atas dasar hal di atas, pada dasarnya setiap manusia adalah manajer, karena
dalam kehidupan sehari-hari setiap manusia selalu melakukan manajemen bagi
dirinya sendiri ataupun keluarganya untuk memenuhi kebutuhan keluarga serta
merealisasikan tujuan-tujuan yang diinginkan (self management).
Ada 3 macam Sumber Daya (resources) yang dimanfaatkan oleh
manusia untuk meraih tujuan yang diharapkan, yaitu: Sumber daya alam
(SDA); Sumber daya capital (SDK) dana/uang/penghasilan yang diperoleh; dan
Sumber daya manusia (SDM).
Proses manajemen adalah interaksi dan saling keterkaitan antara beberapa
fungsi manajemen yang digunakan. Dalam melakukan tugas manajerial seseorang
tidak terlepas dari kerjasama dengan orang lain dan dilakukan dengan
proses ‘step by step of doing something’.
Karena hal itulah, setiap manusia mempunyai sumber daya yang dapat
dikembangkan, yaitu: 1). Sumber daya Cipta; 2). Sumber daya Rasa; dan 3).
Sumber daya Karsa. Pengembangan sumber daya tersebut akan menghasilkan
budaya–kebudayaan–peradaban yang dalam prosesnya akan dipengaruhi oleh: kondisi
alam lingkungan dan kondisi pergaulan manusia (interaksi social), perkembangan
sains dan teknologi.
c. Hakikat Tujuan Manajemen
SDM dalam Manajemen Pendidikan Islam
Sebelum kita memahami apa hakikat tujuan manajemen SDM, terlebih dahulu
penulis singgung tentang manajemen pendidikan Islam, karena tujuan dalam
manajemen pendidikan Islam inilah nantinya yang akan menjadi hakikat tujuan
dalam manajemen SDM dalam pendidikan Islam.
Pendidikan dalam terminologi bahasa Arab, ada tiga istilah
yang sering digunakan, yakni: al-ta’lim, al-tarbiyah dan al-ta’dib,[41] yang
ketiganya mempunyai makna yang berbeda dalam menunjukkan makna pendidikan.
Ahmad Tafsir menyatakan bahwa pendidikan dalam Islam merupakan sebuah
rangkaian proses pemberdayaan manusia menuju taklif (kedewasaan), baik secara
akal, mental maupun moral, untuk menjalankan fungsi kemanusiaan yang diemban
sebagai seorang hamba (abd) dihadapan Khaliq-nya
dan sebagai ‘pemelihara’(khalifah) pada semesta.[42] Karenanya,
fungsi utama pendidikan adalah mempersiapakan peserta didik (generasi penerus)
dengan kemampuan dan keahlian (skill) yang diperlukan agar
memiliki kemampuan dan kesiapan untuk terjun ke tengah masyarakat (lingkungan).
Setidaknya ada tiga alasan penyebab alasan manusia membutuhkan pendidikan
sebagaimana diungkapkan Samsul Nizar,[43] yaitu: pertama, terpelihara
dan berlanjutnya nilai-nilai hidup dimasyarakat; Kedua, mengembangkan
potensi yang ada dalam diri manusia seoptimal mungkin; dan ketiga, konvergensi
kedua tuntutan di atas yang pengaplikasiannya lewat pendidikan.
Sebagaimana yang dikemukakan Ahmad D. Marimba bahwa Pendidikan Islam adalah
bimbingan jasmani dan rohani menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut
ukuran-ukuran Islam.[44] Tegasnya,
sebagaimana yang dikemukakan Ahmad D. Marimba bahwa Pendidikan Islam adalah
bimbingan jasmani dan rohani menuju kepada terbentuknya kepribadian utama
menurut ukuran-ukuran Islam.[45]
Dalam kaitannya dengan pendidikan Islam, Syamsul Nizar merumuskan tujuan
pendidikan harus berorientasi setidaknya pada empat aspek, Yaitu: pertama,
berorientasi pada tujuan dan tugas pokok manusia, yakni sebagai ’abd dan khalifah
fil ardh. Kedua, berorientasi pada sifat dasar (fitrah) manusia,
yaitu mempunyai kecenderungan pada hanif lewat tuntunan
agama-Nya. Ketiga, berorintasi pada tuntutan masyarakat dan
zaman, serta keempat, orientasi kehidupan ideal Islami.[46]
Manajemen pendidikan Islam adalah suatu
proses penataan atau pengelolaan lembaga pendidikan Islam yang melibatkan
sumber daya manusia muslim dan menggerakkannya untuk mencapai tujuan pendidikan
Islam secara efektif dan efisien. Manajemen
pendidikan Islam sebagaimana dikemukakan Ramayulis adalah proses pemanfaatan
semua sumber daya yang dimiliki (ummat Islam, lembaga pendidikan atau lainnya)
baik perangkat keras maupun lunak. Pemanfaatan tersebut dilakukan melalui
kerjasama dengan orang lain secara efektif, efisien, dan produktif untuk
mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan baik di dunia maupun di akhirat.[47]
Dasar manajemen pendidikan Islam secara
garis besar ada 3 (tiga) yaitu: Al-Qur’an, As-Sunnah dan Atsaar serta
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.[48]
Hal yang sangat penting dalam manajemen
pendidikan Islam adalah komponen-komponen manajemen. Sedikitnya terdapat 7
(tujuh) komponen manajemen yang harus dikelola dengan baik dan benar,
diantaranya yaitu kurikulum dan program pengajaran, tenaga kependidikan
(personal sekolah/pegawai), kesiswaan, keuangan dan pembiayaan, sarana dan
prasarana pendidikan, kerjasama sekolah dan masyarakat, serta pelayanan khusus
lembaga pendidikan.[49]
Menurut William B. Werther, Jr. Dan Keith
Davis, manajemen sumber daya manusia mempunyai empat tujuan: tujuan
organisasional, tujuan fungisonal, tujuan kemasyarakatan dan tujuan
perseorangan.[50]
Tujuan organisasional adalah untuk
mengetahui bahwa manajemen sumber daya manusia itu diadakan guna menambah dan
meningkatkan keefektifan organisasi. Meskipun Departemen Sumber Daya Manusia
yang formal dibentuk untuk membantu para manajer, manajer-manajer tetap
bertanggung jawab atas pelaksanaa pekerjaan pegawai. Departemen Sumber Daya
Manusia diadakan untuk membantu manajer-manajer mencapai tujuan organisasi. Manajemen
sumber daya manusia bukanlah tujuan yang terakhir; manajemen sumber daya
manusia hanya merupakan suatu alat untuk membantu manajer-manajer yang
menghadapi masalah-masalah sumber daya manusia.
Tujuan fungsional adalah untuk memelihara
bantuan Departemen Sumber Daya Manusia pada suatu tingkat yang sesuai dengan
kebutuhan organisasi. Sumber daya akan sia-sia apabila manajemen sumber daya
manusia kurang mengetahui tuntutan organisasi.
Tujuan kemasyarakatan adalah agar mau
mendengarkan/menanggapi kebutuhan-kebutuhan dan tantangan-tantangan masyarakat
sambil mengurangi sebanyak-banyaknya pengaruh negatif dan tuntutan-tuntutan
demikian terhadap organisasi. Kegagalan organisasi menggunakan sumber dayanya
untuk kepentingan masyarakat dengan cara layak dapat mengakibatkan
pembatasan-pembatasan. Misalnya, masyarakat dapat membatasi keputusan-keputusan
sumber daya manusia melalui undang-undang yang berhubungan dengan diskriminasi,
keamanan/keselamatan kerja, dan bidang-bidang lain yang berhubungan dengan
masyarakat.
Tujuan perseorangan adalah untuk membantu
pegawai-pegawai dalam mencapai sasaran-sasaran pribadi mereka, paling tidak
sepanjang sasaran-sasaran tersebut menambah sumbangan perseorangan kepada organisasi.
Tujuan perseorangan dari pegawai-pegawai harus dipenuhi apabila para karyawan
perlu dipelihara, dipertahankan, dan dimotivasi. Apabila tidak, maka prestasi
dan kepuasan pegawai akan menurun dan pegawai-pegawai mungkin keluar dari
organisasi.
Tidak setiap keputusan sumber daya manusia
dapat memenuhi tujuan organisasional, tujuan fungsional, tujuan kemasyarakatan,
dan tujuan perseorangan ini pada setiap waktu. Akan tetapi tujuan-tujuan ini
dapat dipergunakan sebagai suatu alat untuk mengecek keputusan-keputusan. Makin
banyak tujuan-tujuan ini dipenuhi oleh departemen, makin besar pula
sumbangannya kepada organisasi dan kebutuhan pegawai.
Dengan demikian, hakikat tujuan manajemen SDM dalam kerangka manajemen
pendidikan Islam dapat diformulasikan dengan sebuah upaya mendayagunakan
berbagai sumber daya (resources) baik itu sumber daya alam, sumber daya
capital maupun sumber daya manusia untuk mencapai tujuan dalam manajemen
pendidikan Islam secara efektif dan efisien baik dalam aspek produktifitas
maupun kepuasan sesuai dengan nilai-nilai yang dikandung dalam Islam.
2. Hakikat Manusia dalam
Perspektif Manajemen Pendidikan Islam
Berdiskusi tentang manusia selalu menarik. Karena selalu menarik, maka
masalahnya tidak pernah selesai dalam arti tuntas. Pembicaraan mengenai makhluk
psikofisik ini laksana suatu permainan yang tidak pernah selesai. Selalu ada
saja pertanyaan mengenai manusia.
Timbul pertanyaaan siapakah manusia itu? Pertanyaan ini nampaknya amat
sederhana, tetapi tidak mudah memperoleh jawaban yang tepat. Biasanya orang
menjawab pertanyaan tersebut menurut latar belakangnya, jika seseorang yang
menitik beratkan pada kemampuan manusia berpikir, memberi pengertian manusia
adalah “animal-rasional”, “hayawan nathiq/ hewan
berpikir”. Orang yang menitik beratkan pada pembawaan kodrat manusia hidup
bermasyarakat, memberi pengertian bahwa manusia adalah “zoom politicon/
homo socius/ makhluk sosial”. Orang yang menitik beratkan pada adanya
usaha manusia untuk mencukupi kebutuhan hidup, memberi pengertian manusia
adalah “homo economicus/ makhluk ekonomi”. Orang yang menitik
beratkan pada keistimewaan manusia menggunakan simbul-simbul, memberi
pengertian manusia adalah “animal symbolicum”. Orang yang
memandang manusia adalah makhluk yang selalu membuat bentuk-bentuk baru dari
bahan-bahan alam untuk mencukupkan kebutuhan hidupnya, memberi pengertian
manusia adalah “homo faber”, dan seterusnya.[51] Untuk
mengaktualisasikan potensi di atas, dibutuhkan kemampuan dan kualitas manusia
yaitu kualitas iman, kualitas ilmu pengetahuan, dan kualitas amal saleh untuk
mampu mengolah dan mengfungsikan potensi yang diberikan Allah kepada manusia
tersebut.
Menurut pandangan Psikoanalitik tradisional bahwa manusia pada dasarnya
digerakkan oleh dorongan dari dalam dirinya yang bersifat instingtif. Tingkah
laku individu ditentukan dan dikontrol oleh kekuatan psikologis yang sejak
semula sudah ada pada diri individu. Selanjutnya, dalam pandangan humanis
mengemukakan bahwa individu adalah proses yang terus berjalan. Artinya individu
merupakan satu kesatuan potensi yang terus bertambah. Manusia dalam pandangan
ini pada hakikatnya dalam proses menjadi –on becoming- dan
tidak pernah selesai ataupun sempurna.[52]
Dalam al-Qur’an, ada tiga kata yang digunakan untuk menunjukkan arti
manusia dengan berbagai perubahannya, yaitu insan, basyar dan Bani
Adam.[53] Kata insan dalam
al-Qur’an dipakai untuk manusia yang tunggal, sama seperti ins.
Sedangkan untuk jamaaknya dipakai kata an-nas, unasi, insiya, anasi. Adapun
kata basyar dipakai untuk tunggal dan jamak. Kata insan yang
berasal dari kata al-uns, anisa, nasiya dan anasa, maka
dapatlah dikatakan bahwa kata insan menunjuk suatu pengertian adanya kaitan
dengan sikap, yang lahir dari adanya kesadaran penalaran.[54] Kata
insan digunakan al-Qur’an untuk menunjukkan kepada manusia dengan seluruh totalitasnya,
jiwa dan raga. Manusia yang berbeda antara seseorang dengan yang lain adalah
akibat perbedaan fisik, mental, dan kecerdasan.[55]
Musa Asy’arie, mengatakan bahwa manusia dalam pengertian insan mempunyai
pertumbuhan dan perkembangan yang sepenuhnya tergantung pada kebudayaan,
pendidikan, penalaran, kesadaran, dan sikap hidupnya. Sedangkan manusia dalam
pengertian basyar tergantung sepenuhnya pada alam, pertumbuhan
dan perkembangan fisiknya tergantung pada apa yang dimakan.
. Untuk itu, pemakaian kedua kata insan dan basyar untuk
menyebut manusia mempunyai pengertian yang berbeda. Insan dipakai
untuk menunjuk pada kualitas pemikiran dan kesadaran, sedangkan basyar dipakai
untuk menunjukkan pada dimensi alamiahnya, yang menjadi ciri pokok manusia pada
umumnya, makan, minum dan mati.[56]
Dari pengertian insan dan basyar, manusia
merupakan makhluk yang dibekali Allah dengan potensi fisik maupun psikis yang
memiliki potensi untuk berkembang. Al-Qur’an berulangkali mengangkat derajat
manusia dan berulangkali pula merendahkan derajat manusia. Manusia dinobatkan
jauh mengungguli alam surga, bumi dan bahkan para malaikat. Allah juga
menetapkan bahwa manusia dijadikan-Nya sebagai makhluk yang paling sempurna
keadaannya dibandingkan dengan makhluk-makhluk lain (Q.S. At Tiin :4). Allah
sendirilah yang menciptakan manusia yang proporsional (adil) susunannya (Q.S.
Al Infithar: 7)
Hakekat pengembangan sumber daya manusia dalam manajemen pendidikan Islam
adalah usaha sadar agar sumber daya manusia atau potensi-potensi manusia tumbuh dan berkembang
seoptimal mungkin sesuai dengan kapasitas tujuan pendidikan Islam.
Potensi yang dimaksud mencakup berbagai macam potensi diantaranya:
a. Potensi akal
Manusia memiliki potensi akal yang dapat menyusun konsep-konsep, mencipta,
mengembangkan, dan mengemukakan gagasan. Dengan potensi ini manusia dapat
melaksanakan tugas-tugasnya sebagai khalifah di muka bumi.
Namun faktor subjektifitas manusia dapat mengarah pada kesalahan dan kebenaran.
b. Potensi Ruh
Manusia tentu memiliki ruh. Sebagian para ahli mengatakan bahwa ruh adalah
nyawa sementara sebagian yang lain memahami bahwa ruh pada manusia sebagai
dukungan dan peneguhan kekuatan batin. Terlepas dari mana yang benar soal ruh
ini memang bukan urusan manusia karena manusia Cuma sedikit ilmu
pengetahuannya.
c. Potensi Qalbu
Qalbu tidak dimaknai sekedar hati yang ada pada manusia. Qalbu lebih
mengarah pada aktifitas rasa yang bolak – balik. Sesekali senang , sesekali
susah , kadang setuju, kadang menolak dan sebagainya.
d. Potensi Fitrah
Manusia pada saat lahir memiliki potensi fitrah, fitrah bukan berarti
sesuatu yang suci melainkan bawaan sejak lahir.
e. Potensi Nafs
Dalam bahasa Indonesia nafs diserap menjadi nafsu yang berarti dorongan
yang kuat untuk berbuat kurang baik. Sementara nafs yang ada pada manusia tidak
hanya dorongan berbuat buruk , tetapi juga berpotensi berbuuat baik dengan kata
lain berpotensi positif dan negatif.[57]
Dengan demikian, hakekat manusia dalam manajemen pendidikan Islam dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
a) Makhluk yang
memiliki tenaga dalam yang dapat menggerakkan hidupnya untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya.
b) Individu yang memiliki
sifat rasional yang bertanggung jawab atas tingkah laku intelektual dan sosial.
c) Mereka yang mampu
mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif mampu mengatur dan mengontrol
dirinya dan mampu menentukan nasibnya.
d) Makhluk yang dalam
proses menjadi berkembang dan terus berkembang tidak pernah selesai (tuntas)
selama hidupnya.
e) Individu yang dalam
hidupnya selalu melibatkan dirinya dalam usaha untuk mewujudkan dirinya
sendiri, membantu orang lain dan membuat dunia lebih baik untuk ditempati.
f) Suatu keberadaan yang berpotensi yang
perwujudanya merupakan ketakterdugaan dengan potensi yang tak terbatas.
g) Makhluk Tuhan yang
berarti ia adalah makhluk yang mengandung kemungkinan baik dan jahat.
h) Individu yang sangat
dipengaruhi oleh lingkungan turutama lingkungan sosial, bahkan ia tidak bisa
berkembang sesuai dengan martabat kemanusaannya tanpa hidup di dalam lingkungan
sosial.
3. Hakikat Kerja dalam
Manajemen SDM
Performance atau kinerja dalam kamus
manajemen didefinisikan pencapaian oleh individu, tim, organisasi atau proses.
Kinerja pada dasarnya apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan. Kinerja
dalam sehari-hari dapat diistilahkah dengan prestasi kerja. Prestasi kerja
tidak serta merta dapat dicapai oleh seseorang, belum pernah kita dengar ada
seseorang berprestasi dengan hanya berpangku tangan. Untuk menjadi orang
berprestasi dalam diri seseorang paling tidak diperlukan dua syarat, yakni ada
kemauan keras atau berupaya sungguh-sungguh dan memiliki kemampuan untuk
melakukan pekerjaan.[58]
Pengertian kinerja
atau performance menurut Moeheriono merupakan gambaran mengenai
tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program kegiatan atau kebijakan dalam
mewujudkan sasaran, tujuan, visi, dan misi organisasi yang dituangkan melalui
perencaan strategis suatu organisasi. Kinerja dapat diketahui dan diukur jika
individu atau sekelompok karyawan telah mempunyai kriteria atau standar
keberhasilan tolok ukur yang ditetapkan dalam pengukuran, maka kinerja pada
seseorang atau kinerja organisasi tidak mungkin dapat diketahui bila tidak ada
tolok ukur keberhasilannya.[59]
Secara sederhana definisi kinerja
atau performance dapat dikemukakan bahwa kinerja merupakan hasil kerja
yang dapat dicapai oleh karyawan atau sekelompok karyawan dalam suatu
organisasi baik secara kuantitatif maupun kualitatif, yang disebabkan
oleh motivasi dan kemampuannya serta manajemen memberikan kesempatan kepada
karyawannya untuk dapat bekerja secara optimal.
Dalam pandangan Moeheriono, ada beberapa
aspek yang mendasar dan paling pokok dari pengukuran kinerja, yaitu sebagai
berikut:[60]
a) Menetapkan tujuan, sasaran dan strategi organisasi,
dengan menetapkan secara umum apa yang diinginkan oleh organisasi sesuai dengan
tujuan, visi dan misinya.
b) Merumuskan indikator kinerja dan ukuran kinerja, yang
mengacu pada penilaian kunerja secara tidak langsung, sedangkan indikator
kinerja mengacu pada pengukuran kinerja secara langsung yang berbentuk
keberhasilan utama (critical success factors) dan indikator kinerja
kunci (key performance indicator).
c) Mengukur tingkat capaian tujuan dan sasaran organisasi,
menganalisis hasil pengukuran kinerja yang dapat diimplementasikan dengan
membandingkan tingkat capaian tujuan dan sasaran organisasi.
d) Mengevaluasi kinerja dengan menilai kemajuan
organisasi dan pengambilan keputusan yang berkualitas, memberikan gambaran atau
hasil kepada organisasi seberapa besar tingkat keberhasilan tersebut dan
mengevaluasi langkah apa yang diambil organisasi selanjutnya.
Kerja merupakan sebuah kegiatan dalam melakukan sesuatu dan orang yang
kerja ada kaitannya dengan mencari nafkah atau bertujuan untuk mendapatkan
imbalan atau prestasi atas kepentingan organisasi. Pada hakikatnya, bekerja
adalah untuk memenuhi kebutuhan atas motif tertentu. Ia dipandang sebagai
penggerak atau pembangkit perilaku, sedangkan tujuan berfungsi mengarahkan
perilaku.[61]
Berbagai teori motivasi kerja telah dikemukakan oleh para pakar manajemen.
Menurut Abraham Maslow manusia mempunyai lima kebutuhan yang membentuk
tingkatan-tingkatan atau disebut juga hirarki dari yang mudah hingga yang sulit
untuk dicapai atau didapat. Motivasi manusia sangat dipengaruhi oleh kebutuhan
mendasar yang perlu dipenuhi. Untuk dapat merasakan nikmat suatu tingkat
kebutuhan perlu dipuaskan dahulu kebutuhan yang berada pada tingkat di
bawahnya.
Lima kebutuhan dasar Maslow – disusun berdasarkan kebutuhan yang paling
penting hingga yang tidak terlalu krusial adalah sebagai berikut:
a. Kebutuhan
Fisiologis (phsyicological); seperti sandang / pakaian, pangan
/ makanan, papan / rumah, dan kebutuhan biologis seperti buang air besar, buang
air kecil, bernafas, dan lain sebagainya.
b. Kebutuhan Keamanan dan
Keselamatan (Safety); seperti: Bebas dari penjajahan, bebas
dari ancaman, bebas dari rasa sakit, bebas dari teror, dan lain sebagainya.
c. Kebutuhan Sosial (Belonging); seperti
memiliki teman, memiliki keluarga, kebutuhan cinta dari lawan jenis, dan
lain-lain.
d. Kebutuhan
Penghargaan (Esteem); contoh: pujian, piagam, tanda jasa,
hadiah, dan banyak lagi lainnya.
e. Kebutuhan Aktualisasi
Diri (Self Actualisation); Adalah kebutuhan dan keinginan
untuk bertindak sesuka hati sesuai dengan bakat dan minatnya.
Dalam Pandangan Islam, kerja atau amal dapat diartikan
dengan makna yang umum dan makna yang khusus. Amal dengan
makna umum adalah amar ma’ruf nahi munkar. Adapun kerja
atau amal dengan maknanya yang khusus adalah melakukan
pekerjaan atau usaha yang menjadi salah satu unsur terpenting dan titik tolak
bagi proses kegiatan ekonomi seluruhnya. Kerja dalam makna yang khusus menurut
Islam terbahagi kepada:
a. Kerja yang bercorak
jasmani (fisikal)
b. Kerja yang bercorak
aqli/fikiran (mental)
Islam datang dengan membawa nilai-nilai kebaikan dan menganjurkan manusia
untuk memperjuangkannya hingga menggapai tujuan. Namun, itu tidak dapat
terlaksana dengan sendirinya, kecuali melalui perjuangan dan kesungguhan.
Istilah al-Qur’an untuk menunjukkan perjuangan dan kesungguhan adalah
kata jihad dengan makna yang luas.
Jihad menurut Quraish Shihab selain dimaknai sebagai cara yang ditetapkan
Allah untuk menguji manusia, juga mengandung makna “kemampuan” yang menuntut
sang mujahid mengeluarkan semua daya dan kemampuannya demi mencapai tujuan.
Karena itu, jihad adalah pengorbanan, dan dengan demikian sang mujahid tidak
menuntut atau mengambil, tetapi memberi semua daya yang dimilikinya. Ketika
memberi, dia tidak berhenti sebelum tujuannya tercapai.[62]
Karena jihad adalah perwujudan kepribadian, aktualisasi
diri, maka tidak pernah dibenarkan jihad yang bertentanggan dengan fitrah
kemanusiaan. Bahkan, jika jihad dipergunakan untuk berbuat kebatilan, maka
harus ditolak bahkan oleh kedua orang tua kita. Hal ini sebagaimana dalam Q.S.
Luqman: 15.
bÎ)ur š‚#y‰yg»y_ #’n?tã br& š‚Íô±è@ ’Î1 $tB }§øŠs9 y7s9 ¾ÏmÎ/ ÖNù=Ïæ Ÿxsù $yJßg÷èÏÜè? ( $yJßgö6Ïm$|¹ur ’Îû $u‹÷R‘‰9$# $]ùrã÷ètB ( ôìÎ7¨?$#ur Ÿ@‹Î6y™ ô`tB z>$tRr& ¥’n<Î) 4 ¢OèO ¥’n<Î) öNä3ãèÅ_ötB Nà6ã¥Îm;tRé'sù $yJÎ/ óOçFZä. tbqè=yJ÷ès?
Artinya: “dan jika keduanya
memaksamu untuk mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu
tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya
di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian
hanya kepada-Kulah kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu
kerjakan”.
Hal yang paling mendasar terkait dengan jihad atau sebuah upaya untuk
mencapai tujuan menurut prespektif Islam adalah pasti akan diberi
petunjuk dan jalan untuk mencapai cita-cita dan tujuan. Hal ini sebagaimana
firman Allah dalam Q.S. Al Ankabut : 69
z`ƒÏ%©!$#ur (#r߉yg»y_ $uZŠÏù öNåk¨]tƒÏ‰öks]s9 $uZn=ç7ß™ 4 ¨bÎ)ur ©!$# yìyJs9 tûüÏZÅ¡ósßJø9$# ÇÏÒÈ
Artinya: “dan orang-orang yang berjihad
untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka
jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang
berbuat baik”.
Terakhir dan yang paling penting dari segalanya adalah bahwa jihad yang
didalamnya juga adalah hakkat kerja harus dilakukan karena Allah serta dalam
redaksi yang lebih tepat adalah jihad fi sabilillah. Sebagaimana
tertuang dalam Q.S. Al Hajj: 78:
(#r߉Îg»y_ur ’Îû «!$# ¨,ym ¾ÍnÏŠ$ygÅ_ 4 uqèd öNä38u;tFô_$# $tBur Ÿ@yèy_ ö/ä3ø‹n=tæ ’Îû ÈûïÏd‰9$# ô`ÏB 8ltym 4 s'©#ÏiB öNä3‹Î/r& zOŠÏdºtö/Î) 4 uqèd ãNä39£Jy™ tûüÏJÎ=ó¡ßJø9$# `ÏB ã@ö6s% ’Îûur #x‹»yd tbqä3u‹Ï9 ãAqß™§9$# #´‰‹Îgx© ö/ä3ø‹n=tæ (#qçRqä3s?ur uä!#y‰pkà ’n?tã Ĩ$¨Z9$# 4 (#qßJŠÏ%r'sù no4qn=¢Á9$# (#qè?#uäur no4qx.¨“9$# (#qßJÅÁtGôã$#ur «!$$Î/ uqèd óOä39s9öqtB ( zN÷èÏYsù 4’n<öqyJø9$# zO÷èÏRur çŽÅÁ¨Z9$# ÇÐÑÈ
Artinya: “dan berjihadlah kamu
pada jalan Allah dengan Jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan
Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.
(Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian
orang-orang Muslim dari dahulu[993], dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini,
supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi
atas segenap manusia, Maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan
berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, Maka Dialah
Sebaik-baik pelindung dan sebaik- baik penolong”[63].
Hal ini sesuai dengan hadits Rasul terkait dengan niat sebagai langkah awal
dalam melakukan aktifitas yang diriwayatkan oleh Abi Hafs sebagai berikut:
عَنْ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ أَبِيْ حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ
اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ
: إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
. فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ
وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ
يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ . [رواه إماما المحدثين
أبو عبد الله محمد بن إسماعيل بن إبراهيم بن المغيرة بن بردزبة البخاري وابو
الحسين مسلم بن الحجاج بن مسلم القشيري النيسابوري في صحيحيهما اللذين هما أصح
الكتب المصنفة]
Dari Amirul Mu’minin, Abi Hafs Umar bin Al Khottob radiallahuanhu, dia
berkata: Saya mendengar Rasulullah Saw bersabda: Sesungguhnya
setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan sesungguhnya
setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa
yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya,
maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya
karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka
hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan. (Riwayat dua
imam hadits, Abu Abdullah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin Al Mughirah bin
Bardizbah Al Bukhori dan Abu Al Husain, Muslim bin Al Hajjaj bin Muslim Al
Qusyairi An Naishaburi dan kedua kita Shahihnya yang merupakan kitab yang
paling shahih yang pernah dikarang).
Manusia sebagai pekerja dalam organisasi/
perusahaan mulai mendapat perhatian setelah Elton Mayo mendapati hasil
penelitiannya bahwa produktivitas karyawan bukan hanya disebabkan oleh
kemampuan manajemen menciptakan sistem kerja yang efisien dan kompensasi yang
memadai sebagaimana pendekatan klasik (FW. Taylor) dengan pendekatan manajemen
ilmiahnya, melainkan produktivitas dapat diraih oleh pekerja melalui pendekatan
yang manusiawi dan sistem kekerabatan yang kondosif dalam organisasi.
Pendekatan ini sering disebut dengan pendekatan hubungan kemanusiaan atau
dikenal dengan Human Movement (gerakan kemanusiaan).[64]
Kinerja berbasis manusia mendasarkan diri
pada pendekatan Elton Mayo sebagai pendekatan neo klasik yang memandang bahwa
manusia bukan hanya obyek dalam perusahaan melainkan subyek sumberdaya
organisasi yang paling utama. Untuk menciptakan kinerja optimal dalam
perusahaan fokus utama manajemen adalah pada penciptaan kebersamaan, motivasi
dan kesempatan seluas-luasnya untuk berkarya dalam organisasi.
David Rock (2007) dalam pengantarnya
menyampaikan bahwa, meningkatkan kinerja manusia mengandung salah satu
tantangan terberat di dunia: mengubah cara berpikir orang. Manajemen harus
dapat bersikap sebagai pelatih, pembicara, dan konsultan di organisasinya.
Didukung oleh penelitiaanya, Quiet Leadership: memberikan solusi untuk
meningkatkan kinerja pendekatan berbasis “otak”, yang akan membantu pemimpin,
eksekutif, dan manajer yang sibuk meningkatkan kinerja mereka dan sejawat
mereka.[65]
Dengan demikian, hakikat kerja dalam MSDM dalam pandangan Islam adalah
sebuah upaya untuk mencapai tujuan yang tertinggi, yakni fiisabilillah dengan
tidak mengenal menyerah, putus asa untuk menggapai kebahagiaan.[66] Ia
merupakan jalan untuk menggapai tujuan, bukan tujuan itu sendiri.
Namun, jihad tidak dapat dilakukan tanpa modal, karena
itu jihad harus disesuaikan dengan modal yang dimiliki untuk
mencapai tujuan. Jihad menjadi titik tolak segala upaya,
karena jihad adalah puncak aktivitas. Jihad bermula dari upaya
mewujudkan jati diri yang bermula dari kesadaran.
C. KESIMPULAN
Di dalam ilmu manajemen, filsafat sebenarnya menyediakan seperangkat
pengetahuan (a body of related knowledge) untuk berfikir
efektif dan efisien dalam memecahkan masalah-masalah manajemen. Ini merupakan
hakikat manajemen sebagai suatu disiplin ilmu dalam mengatasi masalah
organisasi berdasarkan pendekatan yang integratif. Filsafat manajemen SDM dalam
pendidikan Islam mempunyai karakteristik tersendiri bahkan berbeda sama sekali
dengan dengan manajemen pada umumnya walau objeknya sama.
Filsafat Manajemen SDM dalam perspektif manajemen pendidikan Islam terbagi
dalam 3 (tiga) unsur utama, yakni tentang hakikat tujuan, hakikat manusia dan
hakikat kerja. Hakikat tujuan MSDM adalah sebuah upaya mendayagunakan berbagai
sumber daya (resources) untuk mencapai tujuan dalam pendidikan
Islam secara efektif dan efisien baik dalam aspek produktifitas maupun kepuasan
sesuai dengan nilai-nilai yang dikandung dalam Islam.
Begitu pula dengan hakikat manusia yang lebih mengedepankan bahwa manusia
adalah mahluk yang dituntut untuk melakukan 2 (dua) hal, yakni sebagai ‘abddullah dan
sebagai manajer (khalifah) untuk mengelola semua sumber daya (resources) yang
ada. Serta hakikat kerja dalam pandangan Islam lebih sebagai jalan untuk
menggapai kebahagiaan, bukan pada tujuan. Karea ia sebagai jalan, maka
konsekuensi logisnya, hasil yang diharapkan akan diserahkan sepenuhnya pada
Sang Penentu, Allah Tuhan semesta Alam. Tugas manusia (manajer) adalah
mengusahakannya dengan memaksimalkan semua sumber daya yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
Afifuddin, dkk. (2005). Administrasi Pendidikan. Bandung:
Insan Mandiri.
Ash-Shidiqie, Jimmly (eds). (1996). Sumber Daya Manusia untuk
Indonesia Masa Depan. Bandung: Mizan
Asy’arie, Musya. (1992). Manusia Pembentuk Kebudayaan dalam al-Qur’an, Lembaga
Studi Filsafat Islam.
Badrudin. (2013). Dasar-Dasar Manajemen, Bandung: Alfabeta
Barthos, Basir. (1990). Manajemen Sumber Daya Manusia Suatu
Pendekatan Makro.Jakarta: PT Bumi Aksara.
Basyir, Ahmad Azhar. (1984). Filsafat Ibadah dalam Islam. Yogyakarta:
UII Press.
Blancard, Hersey. (1995). Manajemen
Perilaku Sumber Daya Manusia. Jakarta: Erlangga.
Douglas, Hall T. & James Goodale G. (1986). Human Resources
Management, Strategy, Design and Impelementation. Glenview: Scott Foresman
and Company.
Drucker, Peter. (1977). An Introdcutory View of Management. New
York: Harper & Row
Echols, John M. dan Hasan Sadily, (2002). Kamus Inggris Indonesia,
(Jakarta: PT. Gramedia.
Fattah, Nanang. (2004). Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Faustino, Cardoso Gomes. (2003). Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta:
Penerbit Andi
Flippo, Edwin. B. (1984). Manajemen Personalia. Jakarta:
Erlangga.
Handoko, T. Hani. (2001). Manajemen Personalia dan Sumber Daya
Manusia Edisi 2, .Yogyakarta: BPFE Anggota IKAPI.
Hasibuan, Malayu S. P. (2003). Manajemen, Dasar, Pengertian, Dan
Masalah Edisi Revisi. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Jalal, Abdul Fatah. (1988). Azas-Azas Pendidikan Islam, Terj.
Herry Noer Ali. Bandung: CV. Diponegoro.
Jalaludin dan Abdulloh. (1997). Filsafat Pendidikan. Jakarta:
Gaya Media Pratama
Kadarman, A.M. et.al. (1996). Pengantar Ilmu Manajemen.
Jakarta: Gramedia
Langgulung, Hasan. (1980). Beberapa Pemikiran Tentang
Pendidikan Islam. Bandung: Al-Ma’arif.
Marimba, Ahmad D. (1980). Pengantar Filsafat Pendidikan Islam.
Bandung: Al-Ma’arif.
Martoyo, Susilo. (2000). Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi
4. Yogyakarta: BPFE Anggota IKAPI.
Marwansyah. (2010). Manajemen
Sumber Daya Manusia (Edisi Kedua). Bandung: Alfabeta.
Moeheriono. (2009). Pengukuran
Kinerja Berbasis Kompetensi. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Muhaimin, (2006). Nuansa Baru Pendidikan Islam: Mengurai
Benang Kusut Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Raja Grafisindo Persada
Mukhyi, Moh. Abdul dan Hadir Hudiyanto. 1995. Pengantar Manajemen
Sumber Daya Manusia. Jakarta: Gunadarma.
Mulyasa, E. (2004). Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung:
Remaja Rosdakarya
Munandar, A.S. (1981). Pengembangan
Sumber Daya Manusia dalam Rangka Pembangunan Nasional. Jakarta: Djaya
Pirusa
Nata, Abuddin. (2010). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Nizar, Syamsul, (2001). Pengantar Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan
Islam Jakarta: Gaya Media Prakarsa.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2003). Pengembangan Sumber Daya Manusia.
Jakarta: Rineka Cipta.
Nurdin, Fauzie. (2014). Pengantar Filsafat. Jogjakarta: Panta
Rhei Books Fress.
Rahmat, Jalaluddin. (2006). Meraih Kebahagiaan. Bandung:
Simbosia Rekatama Media. Cet. ketiga
Ramayulis. (2008). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia
Rivai, Veithzal. (2005). Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk
Perusahaan dari Teori ke Praktik. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Rock, David. (2007). Enam Langkah
Mengubah Kinerja demi Kesuksesan Perusahaan Anda. Jakarta: Gramedia
Shihab, M. Quraish. (2001). Wawasan Al Qur’an: Tafsir Maudhu’I atas
Pelbagai persoalan Umat. Bandung: Mizan.
Siagian, P. Sondang. (1990). Filsafah Administrasi. Jakarta: CV.
Masaagung
Snijders, Adelbert. (2004). Antropologi
Filsafat. Yogyakarta: Kanisius
Stoner, James A.F dkk. (1996). Alih Bahasa Oleh Drs. Alexander
Sindoro, Manajemen Sumber Daya Manusia. Yakarta: PT. Indeks
Gramedia Grup.
Sugian, Syahu. (2006). Kamus Manajemen (Mutu). Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama
Suit, Yusuf. (1996). Sikap Mental dalam Manajemen SDM.
Jakarta: Ghalia Indonesia
Supriyanto, Triyo. (2004). Paradigma Pendidikan Islam Berbasis
Teo-Antropo-Sosiosentris. Malang: PPM kerjasaman dengan UIN Malang
Press.
Suryasumantri, Jujun S. (2003). Filsafat: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan. Cet. Ke-16.
Tafsir, Ahmad. (1990). Filsafat Umum. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Terry, George R. dan Rue, LW. (2005). Dasar-dasar Manajemen. Jakarta:
Bumi Aksara
Tjokrowinoto, Moeljanto. (1995). Pembangunan Dilema dan
Tantangan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Tunggal, Amin Widjaja. (1993). Manajemen Suatu Pengantar. Jakarta:
Rineka Cipta.
Werther Jr, William B., dan Davis, Keith. (1996) Human
Resources and Personnel Management, McGraw Hill.
Yasmadi. (2002). Modernisasi Pesantren Kritik Nurcholish Madjid terhadap
Pendidikan Islam Tradisional. Jakarta: Ciputat Press.
Zainun, Buchori. (1993). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta:
Gunung Agung
[1] Makalah di buat untuk memenuhi salah satu tugas
terstruktur pada mata kuliah Filsafat Manajemen Pendidikan Islam; dosen
pengampu mata kuliah Prof. Dr. H. A. Fauzie Nurdin, M.S.
[3] Moh. Abdul Mukhyi dan Hadir Hudiyanto. Pengantar
Manajemen Sumber Daya Manusia. (Jakarta: Gunadarma, 1995) h. 2.
[4] Yasmadi, Modernisasi Pesantren Kritik
Nurcholish Madjid terhadap Pendidikan Islam Tradisional, ( Jakarta :
Ciputat Press, 2002), h.152.
[5] Nanang Fattah, Landasan Manajemen
Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosyda Karya, 2004) Cet. ke-7. h. 11.
[6] Jujun S. Suryasumantri, Filsafat: Sebuah
Pengantar Populer, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003) Cet.
Ke-16. h. 22.
[16] Veithzal Rivai, Manajemen Sumber Daya
Manusia Untuk Perusahaan dari Teori ke Praktik, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2005), h. 1.
[18] Malayu Hasibuan S. P, Manajemen, Dasar,
Pengertian, Dan Masalah Edisi Revisi ( Jakarta: PT. Bumi Aksara,
2003), h. 18
[27] Suprihatin Gunaharja, et.al., Pengembangan Sumber Daya Keluarga.
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993), h.4
[29] A.S. Munandar. Pengembangan Sumber Daya
Manusia dalam Rangka Pembangunan Nasional. (Jakarta: Djaya Pirusa, 1981),
h. 9
[32] Edwin. B. Flippo Alih bahasa oleh Moh. Masud, Manajemen
Personalia, (Jakarta: Erlangga, 1984), h. 5
[33] Hall T. Douglas. & James Goodale G, Human
Resources Management, Strategy, Design and Impelementation, (Glenview:
Scott Foresman and Company, 1986) h. 6
[35] T. Hani Handoko, Manajemen Personalia
Dan Sumber Daya Manusia Edisi 2, (Yogyakarta: BPFE, 2001), h. 4
[39] Susilo Martoyo, Manajemen Sumber Daya
Manusia Edisi 4, (Yogyakarta: BPFE Anggota IKAPI, , 2000), h. 13
[41] Syamsul Nizar, Pengantar Dasar-Dasar
Pemikiran Pendidikan Islam (Jakarta: Gaya Media Prakarsa, 2001), h.
86. At-ta’lim mengandung pengertian hanya sebatas
proses pentransferan seperangkat nilai antar manusia. Ia hanya dituntut untuk
menguasai nilai yang ditrasnfer secara kognitif dan psikomorik, akan tetapi
tidak dituntut pada domain afektif. At-tarbiyah memiliki
arti mengasuh, bertanggung jawab, memberi makan, mengembangkan, memelihara,
membesarkan, menumbuhkan, dan memproduksi serta menjinakkannya, baik yang
mencakup aspek jasmaniyah maupun rohaniyah. Sedangkan At-ta’dib lebih
terfokus pada pembentukan pribadi muslim yang berahlak mulia.
[42] Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Prespektif
Islam, (Bandung: Remaja Rosydakarya, 2001) Cet. Keempat, h. 34
[43] Syamsul Nizar, op.cit., h. 85.
Pembagian dan penggunaan istilah untuk menterjemahkan makna pendidikan dalam
gramatikal bahasa Arab secara lebih terperinci diterangkan oleh Triyo Supriyanto, Paradigma
Pendidikan Islam Berbasis Teo-Antropo-Sosiosentris, (Malang: PPM
kerjasaman dengan UIN Malang Press, 2004), h. 1-6
[50] William B. Werther Jr,
Keith Davis, Human Resources and Personnel Management, (McGraw
Hill, 1996), h.9
[53] M. Quraish Shihab, Wawasan Al Qur’an:
Tafsir Maudhu’I atas Pelbagai persoalan Umat, (Bandung: Mizan, 2001),
h. 278
[54] Musya Asy’arie, Manusia Pembentuk
Kebudayaan dalam al-Qur’an, (Lembaga Studi Filsafat Islam, 1992), h.
22
[63] [993] Maksudnya: dalam Kitab-Kitab yang telah
diturunkan kepada nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad Saw.
[65] David Rock. Enam
Langkah Mengubah Kinerja demi Kesuksesan Perusahaan Anda. (Jakarta:
Gramedia, 2007), h.tt.
[66] Dalam pandangan Jalaluddin Rahmat bahwa
kebahagiaan dalam bahasa Arab diterjemahkan dengan falah yang dalam kamus
bahasa Arab Klasik berarti kemakmuran, keberhasilan, atau pencapaian apa yang
kita inginkan atau kita cari. Jalaluddin Rakhmad, Meraih
Kebahagiaan, (Bandung: Simbosia Rekatama Media, 2006), Cet. ketiga. h.
24-25
0 komentar:
Posting Komentar